Mayfly dan Makna Hidup yang Sebentar
amalinsani.org — Di dunia ini, ada makhluk kecil yang hanya hidup sehari, namun menjalaninya dengan sepenuh hati dan makna yang mendalam. Mereka adalah Mayfly—serangga mungil yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di dasar air, hanya untuk terbang sekejap sebelum lenyap dari pandangan dunia.
Siang ini, hujan turun perlahan di Kota Pahlawan, Surabaya. Di tengah secangkir kopi dan suasana yang sendu, aku membuka media sosial dan tanpa sengaja menemukan sebuah reels yang menampilkan kisah Mayfly. Entah kenapa, video singkat itu menghentikan gerak jariku. Ada sesuatu yang mengetuk kesadaran, seolah kehidupan makhluk kecil itu sedang membisikkan pesan yang selama ini mungkin terlewatkan.
Aku pun termenung. Bayangkan, berbulan-bulan—bahkan bertahun-tahun—mereka hidup dalam keheningan, menunggu waktu yang telah digariskan. Ketika suhu air menghangat, tubuh mereka naik ke permukaan. Dalam sekejap, mereka bermetamorfosis. Sayap terbuka. Untuk pertama kalinya, mereka merasakan indahnya terbang.
Mereka tahu, waktu di udara sangat singkat. Tak ada makan, tak ada minum. Hanya satu tujuan: meneruskan kehidupan sebelum akhirnya menghilang. Namun yang luar biasa, tak sekalipun mereka tampak resah. Mayfly menjalani hidupnya dengan ringan, gembira, dan sepenuh penerimaan. Mereka menari di udara, memeluk takdirnya, dan menjadikannya perayaan singkat yang penuh makna.
Dari makhluk kecil itu, aku belajar tentang keberanian mencintai takdir. Tentang menerima hidup apa adanya, dan tetap memilih untuk bergembira, bahkan dalam keterbatasan waktu. Juga tentang fokus, tentang menjalani hidup dengan sepenuh hati, tanpa harus menunggu segalanya sempurna. Tentang keberanian untuk terbang, meski tahu waktunya singkat. Dan yang paling penting, tentang kesiapan untuk kembali kepada Sang Kekasih Agung dengan hati yang lapang, karena telah menjalani hidup sebaik-baiknya.
Betapa sering kita manusia—yang diberi waktu jauh lebih panjang—justru tersesat dalam kesibukan yang tak selalu bermakna. Kita lupa tujuan sejati, terjebak rutinitas, ambisi, dan hasrat yang tak pernah selesai. Padahal, seperti halnya Mayfly, hidup kita pun punya ujung. Bedanya, kita diberi kesempatan lebih luas untuk mengisinya—dengan kebaikan, karya, dan warisan makna.
Bukan panjangnya waktu yang membuat hidup bermakna, tapi seberapa dalam kita mengisinya. Dan seberapa tulus kita mencintai setiap detiknya. (red)
Penulis: Dr. Agus Andi Subroto (Kaprodi Manajemen ITB Yadika Pasuruan Jawa Timur)
Tinggalkan Balasan