Menggugat Vonis Harvey Moeis, Terdakwa Korupsi 300 Trilyun

Avatar admin
Menggugat Vonis Harvey Moeis, Terdakwa Korupsi 300 Trilyun

Menggugat Vonis Harvey Moeis

Kasus vonis Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus rasuah pengolahan tata niaga timah PT Timah Tbk, telah mengguncang kesadaran publik. Harvey dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara untuk tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Vonis[1] yang dianggap terlalu ringan ini memicu perdebatan sengit mengenai keadilan dan efektivitas sistem peradilan Indonesia. Bagi banyak pihak, keputusan ini menggambarkan kegagalan hukum dalam menegakkan keadilan yang sesungguhnya.

Dalam negara yang mengklaim komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, bagaimana mungkin seorang pelaku yang merusak perekonomian negara, menyebabkan kerugian besar, hanya dihukum dengan pidana ringan? Ini adalah pertanyaan yang memantik rasa ketidakadilan yang mendalam. Bukan hanya soal keputusan hakim, tetapi juga soal integritas dan kredibilitas lembaga hukum Indonesia. Vonis ini menciptakan disonansi antara prosedur hukum dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.

Menggugat Integritas Hukum

Pemberantasan korupsi, yang selama ini digembar-gemborkan sebagai salah satu prioritas utama negara, seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Namun kenyataannya, keputusan hukum yang lemah terhadap Harvey Moeis justru mencerminkan masalah yang lebih besar: ketidakmampuan sistem hukum Indonesia dalam memberikan hukuman yang setimpal. Keputusan ini bukan sekadar vonis terhadap individu, tetapi juga merupakan cerminan dari ketidakadilan struktural yang lebih luas.

Proses hukum, yang seharusnya menjadi pembela keadilan, telah terlihat lebih sebagai alat untuk melindungi kepentingan tertentu. Ketika seorang pengusaha yang memiliki kekuasaan dan pengaruh dalam dunia bisnis hanya menerima hukuman ringan, maka kita harus bertanya: apakah hukum kita benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat? Ataukah hukum hanya menjadi alat bagi mereka yang berada di posisi kekuasaan untuk memperkuat kedudukannya? Pertanyaan ini mencuat dengan jelas setelah vonis yang dianggap terlalu ringan bagi Harvey Moeis.

Sebagai negara yang mengklaim sebagai demokrasi, Indonesia harusnya menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Namun dalam kenyataannya, banyak yang meragukan apakah hukum dapat berlaku setara untuk semua orang.

Ketika seorang pelaku besar dalam kasus rasuah mendapat vonis ringan,[2] masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem peradilan. Bukan hanya sekadar kehilangan kepercayaan, tetapi lebih kepada munculnya kecurigaan terhadap adanya mafia peradilan yang semakin menggerogoti integritas lembaga-lembaga hukum kita.

Vonis yang diberikan kepada Harvey Moeis memunculkan sebuah perdebatan besar tentang keadilan sosial. Sebagai aktor yang terlibat dalam salah satu sektor vital perekonomian negara, timah, tindakan korupsi yang dilakukan memiliki dampak luas. Timah adalah salah satu komoditas yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, yang mendukung industri dan menciptakan lapangan pekerjaan. Namun, melalui tindak pidana korupsi ini, Harvey Moeis telah menggerogoti kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat melihat bahwa vonis yang dijatuhkan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Apakah ini berarti hukum hanya melihat dari sudut pandang teknis, tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang lebih besar? Bukankah tujuan utama hukum adalah memberikan rasa keadilan bagi semua lapisan masyarakat? Ketika hukum gagal memenuhi fungsi sosialnya, maka kepercayaan terhadap sistem hukum akan terkikis.

Keadilan Substansial vs. Prosedural

Pertanyaan mengenai keadilan dalam sistem hukum Indonesia mengarah pada perdebatan antara keadilan substansial dan prosedural. Di satu sisi, prosedur hukum harus dipatuhi untuk memastikan keputusan yang sah. Namun di sisi lain, keadilan substansial menuntut agar keputusan tidak hanya mempertimbangkan teks hukum semata, tetapi juga dampak sosial yang ditimbulkan. Dalam kasus Harvey Moeis, vonis ringan yang dijatuhkan seakan lebih menekankan pada prosedur tanpa memikirkan dampak sosial yang luas. Sebuah keputusan yang menguntungkan kelompok tertentu justru menghancurkan keadilan bagi masyarakat luas.

John Rawls[3] dalam bukunya A Theory of Justice[4] menekankan bahwa keadilan sejati harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, terutama bagi mereka yang terpinggirkan. Begitu juga dengan pandangan Amartya Sen[5] dalam The Idea of Justice[6] yang menyatakan bahwa keadilan harus menggabungkan prosedur yang tepat dengan pertimbangan kesenjangan sosial.[7]

Vonis yang ringan terhadap seorang pelaku korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah seharusnya menciptakan keadilan yang tidak hanya adil secara prosedural, tetapi juga substansial bagi seluruh rakyat.

Keputusan vonis yang kontroversial ini membuka ruang bagi Kejaksaan Agung untuk bertindak. Jaksa Agung Indonesia, ST Burhanuddin, telah menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih mendalam terhadap proses peradilan yang menghasilkan vonis 6,5 tahun penjara bagi Harvey Moeis. Kejaksaan Agung dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan bahwa keputusan tersebut bukan hasil dari kepentingan tertentu atau praktik mafia peradilan.[8]

Namun, di balik upaya tersebut, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah sistem hukum Indonesia masih dapat dipercaya untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat? Keputusan ini menunjukkan bahwa banyak pihak yang meragukan integritas sistem peradilan kita. Kejaksaan Agung, yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi penegakan keadilan, harus memikul tanggung jawab besar dalam membersihkan sistem hukum dari praktik-praktik korupsi dan kolusi yang semakin mengakar.

Reformasi Hukum

Vonis terhadap Harvey Moeis menyadarkan kita bahwa Indonesia membutuhkan reformasi hukum yang mendalam. Bukan hanya pada aspek prosedural, tetapi juga pada aspek integritas lembaga-lembaga hukum yang ada. Reformasi ini harus dimulai dengan pemberantasan mafia peradilan yang telah mencemari proses hukum selama ini. Transparansi adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.[9] Tanpa transparansi, setiap keputusan akan selalu dicurigai, dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin memudar.

Reformasi hukum yang dimaksud bukan hanya untuk memperbaiki prosedur peradilan, tetapi juga untuk memastikan bahwa keadilan sosial menjadi landasan utama dalam penegakan hukum. Hukum tidak boleh hanya berpihak kepada mereka yang memiliki kekuasaan atau kekayaan, tetapi harus berpihak kepada rakyat, terutama mereka yang terpinggirkan oleh ketidakadilan struktural yang ditimbulkan oleh praktik korupsi.

Membangun Kembali Kepercayaan Publik

Kepada siapa hukum kita berpihak? Kepada rakyat yang menginginkan keadilan ataukah kepada segelintir orang yang memiliki kekuasaan? Pertanyaan ini tidak hanya relevan dalam konteks vonis terhadap Harvey Moeis, tetapi juga menjadi pertanyaan besar bagi sistem hukum Indonesia secara keseluruhan.

Keputusan vonis yang ringan ini seharusnya menjadi titik balik bagi masyarakat untuk menuntut perubahan nyata dalam sistem peradilan. Indonesia membutuhkan reformasi hukum yang menyeluruh untuk memastikan bahwa hukum tidak hanya sekadar prosedur, tetapi juga alat untuk menegakkan keadilan sosial yang sejati.

Kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia telah diuji. Vonis ringan terhadap pelaku korupsi besar menunjukkan bahwa hukum sering kali gagal memberikan rasa keadilan yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, reformasi hukum yang lebih mendalam, dengan memastikan integritas dan transparansi, adalah langkah yang sangat dibutuhkan. Jika kita ingin melihat sistem hukum yang dapat diandalkan dan membawa keadilan bagi semua, maka kita harus berkomitmen pada perubahan, dan memastikan bahwa hukum benar-benar berdiri untuk melindungi hak dan martabat setiap warga negara Indonesia.

Keputusan-keputusan hukum yang adil bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Hanya dengan cara ini, kita bisa memastikan bahwa hukum Indonesia akan kembali menjadi benteng terakhir bagi keadilan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentang penulis: BUNG EKO SUPRIATNO ( Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathlaโ€™ul Anwar Banten.)

DAFTAR PUSTAKA

  1. CNN Indonesia. (2024).ย MA Tanggapan Kemarahan Publik soal Vonis Harvey Moeis. Diakses dariย cnnindonesia.com.
  2. CNN Indonesia. (2024).ย Rusaknya Kepercayaan Publik di Balik Vonis Ringan Harvey Moeis Dkk. Diakses dariย cnnindonesia.comย .
  3. Dhutag. (2011).ย Membaca Gagasan Keadilan Amartya Sen. Diakses dariย Fronesis.
  4. Hasanuddin.ย Keadilan Sosial: Telaah atas Filsafat Politik John Rawls. Diakses dariย Refleksi Keadilan Sosialย .
  5. Kompas.id. (2021).ย Teori Keadilanย . Filsuf politik John Rawls dalam “A Theory of Justice” membuat perenungan yang cukup mendalam untuk membicarakan keadilan. Diakses dariย Kompasย .
  6. Tempo.co. (2024).ย Vonis Ringan yang Mengecewakan dan Tanpa Keadilan. Diakses dariย tempo.coย .
  7. Universitas Indonesia.ย Pemikiran Kebebasan Amartya Sen terhadap Kehidupan Masyarakat: Sebuah Kajian Filsafat Sosialย . Diakses dariย Perpustakaan Universitas Indonesiaย .
  8. Widiono, Handy. (2018).ย Gagasan keadilan menurut Amartya Sen (Telaah terhadap buku The Idea of โ€‹โ€‹Justice Part III). Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Diakses dariย Repository Universitas Katolik Widya Mandala Surabayaย .

[1] Detik.com. (2024). Ramai-ramai Mengkritik Keras Vonis 6,5 Tahun Bui Bagi Harvey Moeis . Diakses dari news.detik.com . https://news.detik.com/berita/d-7704136/ramai-ramai-mengkritik-keras-vonis-6-5-tahun-bui-bagi-harvey-moeis

[2] Tempo.co. (2024). Vonis Ringan yang Mengecewakan dan Tanpa Keadilan . Diakses dari tempo.co . https://www.tempo.co/hukum/harvey-moeis-vonis-ringan-yang-mengecewakan-dan-tanpa-keadilan-1188217

[3] Hasanuddin. Keadilan Sosial: Telaah atas Filsafat Politik John Rawls . Diakses dari Refleksi Keadilan Sosial .

[4] Kompas.id. (2021). Teori Keadilan . Filsuf politik John Rawls dalam “A Theory of Justice” membuat perenungan yang cukup mendalam untuk membicarakan keadilan. Diakses dari Kompas . https://www.kompas.id/baca/opini/2021/10/17/teori-keadilan

[5] Dhutag. (2011). Membaca Gagasan Keadilan Amartya Sen . Diakses dari Fronesis . https://dhutag.wordpress.com/2011/04/25/menelisik-gagasan-keadilan-dalam-pemikiran-amartya-sen/

[6] Widiono, Handy. (2018). Gagasan keadilan menurut Amartya Sen (Telaah terhadap buku The Idea of โ€‹โ€‹Justice Part III) . Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Diakses dari Repository Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya .

[7] Universitas Indonesia. Pemikiran Kebebasan Amartya Sen terhadap Kehidupan Masyarakat: Sebuah Kajian Filsafat Sosial . Diakses dari Perpustakaan Universitas Indonesia . https://lib.ui.ac.id/detail?id=74188&lokasi=lokal

[8] CNN Indonesia. (2024). MA Tanggapan Kemarahan Publik soal Vonis Harvey Moeis . Diakses dari cnnindonesia.com . https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241231081857-12-1182485/ma-respons-kemarahan-publik-soal-vonis-harvey-moeis

[9] CNN Indonesia. (2024). Rusaknya Kepercayaan Publik di Balik Vonis Ringan Harvey Moeis Dkk . Diakses dari cnnindonesia.com . https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241230120723-12-1182216/rusaknya-kepercayaan-publik-di-balik-vonis-ringan-harvey-moeis-dkk vonis

Please follow and like us:
fb-share-icon
Tweet 20
fb-share-icon20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cari

Wakaf Tunai

Kategori

RSS
Follow by Email
WhatsApp