Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si

Founder SD Al Qur’an Amirul Mukminin

Setiap tanggal 25 November diperingati hari guru Nasional. Tanggal ini dipilih karena merupakan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang didirikan 25 November 1945 sesuai Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional pada 25 November 1994. Penetapan hari guru Nasional ini menjadi bukti penghormatan bangsa Indonesia terhadap guru dan menjadi momen tahunan untuk terus meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan guru.

Siapa guru itu? Guru itu sosok yang digugu dan ditiru. Digugu berarti dipercaya karena kedalam ilmu dan keluasan wawasannya. Dalam paradigma bangsa Indonesia, guru digambarkan laksana mata air, sumur, atau samudera, dan belajar diartikan sebagai menimba ilmu. Para pelajar aktif mendatangi guru dan menyerap ilmu melalui pertanyaan, mudzakarah, dan interaksi langsung. Adab mendatangi guru ini berlaku untuk seluruh warga, termasuk pejabat negara.

Dalam budaya Indonesia, pelajar ibarat “ember” yang aktif menimba ilmu mendatangi “sumur” sebagai sumber mata air kebijakan. Warga dan pejabat negara mendatangi guru, ulama atau Kiyai sebagai wujud penghormatan terhadap ilmu pengetahuan. Bukan sebaliknya. Kebalikannya adalah seperti guru privat yang mendatangi peserta didik di istana atau tempat lainnya. Ini diibaratkan seperti interaksi “teko” dan “cangkir”. Teko sebagai sumber air mendatangi cangkir, sedangkan cangkirnya pasif menunggu teko mengalirkan air. Guru model ini pada masa Yunani kuno dikenal dengan kaum Sopisme yang mengajarkan ilmu dengan tarif tertentu.

Guru adalah Ilmuan Pendidik

Guru bukan ilmuwan biasa. Tapi ilmuwan yang mengamalkan dan menyebarluaskan ilmunya untuk membangun peradaban masyarakat dan bangsanya. Keistimewaan guru bukan terletak pada penguasaan konsep ilmu atau kegeniusannya, tapi karena komitmen dan kontribusinya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memimpin perubahan sosial. Sedangkan soal penguasaannya terhadap konsep dan ilmu pengetahuan berkait dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat yang dibimbingnya. Guru ngaji Al Qur’an bagi anak usia dini atau pendidikan dasar cukuplah dengan penguasaan baca tulis huruf Hijaiyah dan ilmu tajwid, tidak harus menguasai sastra Arab dan ilmu tafsir seperti dosen ilmu-ilmu Al Qur’an di universitas.

Sekali lagi, guru adalah ilmuwan pendidik. Tugas pendidik adalah membacakan ayat-ayat Allah atau hikmah yang tertulis, menjelaskan konsep ilmu, memantik diskusi tentang penerapan konsep ilmu itu dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dan melibatkan peserta didik dalam pengamalan konsep ilmu pada kehidupan nyata. Guru yang hebat mengajak para pelajar melakukan bedah kasus, brinstorming, dan memasuki masa depan melalui ruang imajinasi. Guru menginspirasi peserta didiknya dengan visi besar. Tidak iri dengan kejeniusan peserta didiknya, dan tidak lelah memotivasi peserta didiknya yang lambat untuk terus tekun belajar.

Guru adalah teladan yang patut ditiru, karena ketulusannya mendidik tanpa pamrih. Sabar mengajarkan ilmu bermanfaat dengan beragam pendekatan, strategi, metode, teknik, dan alat peraga untuk satu tujuan: peserta didik paham. Ibarat “kafilah ruhani”, guru membimbing peserta didik bergerak bersama menuju Tuhan. Guruku yang hebat mendidik dengan perbuatan dalam kehidupan nyata. Berkat doa, kesungguhan dan ketulusanmu, kami sanggup menjalankan peran kami masing-masing memartabatkan negara dan memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena itu, sudah sewajarnya negara hadir memperhatikan kesejahteraan mereka. Terima kasih guruku. Sedekah harta tidak sebanding dengan jasamu yang tiada terkira. Wallahu a’lam***

Please follow and like us:
fb-share-icon
Tweet 20
fb-share-icon20