وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌ
“Dan sungguh Allah SWT. telah menolong kalian di Perang Badar padahal dulu kalian dalam keadaan lemah”
(QS Ali-‘imran : 123)
Tepat pada awal pertengahan bulan Ramadhan 1442 tahun yang lalu (tahun kedua Hijriah), 313 sahabat dipimpin oleh Rasulullah SAW. mengarungi luasnya gurun pasir menuju lembah Badar yang berjarak 4 hari perjalanan siang malam dari kota Madinah. Sebuah perjalanan yang tak terbayang sulitnya, dengan bermodalkan hanya 70 ekor unta yang dinaiki sebanyak 314 orang secara bergantian, para sahabat harus menahan perihnya terik matahari dalam perjalanan di tengah kelaparan puasa Ramadhan yang baru saja diwajibkan pada tahun itu. Perjalanan ini dimaksudkan untuk menyerang (Ghazwu) kafilah dagang kafir Mekkah yang membawa segala macam harta benda perdagangan termasuk harta bendanya kaum Muslimin yang pernah dirampas ketika penindasan besar-besaran terjadi di kota Mekkah.
Masih segar dalam ingatan para sahabat, penindasan di kota Mekkah yang diikuti dengan ancaman pembunuhan terjadi pada tahun lalu dengan meninggalkan kepedihan dan luka yang mendalam di hati para sahabat. Betapa tidak, kota Mekkah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan harus mereka tinggalkan dengan terpaksa tanpa bisa membawa harta benda yang berarti, handai taulan dan sanak saudara harus terpisah, para elit bangsawan yang dulunya menjadi wajah kehangatan kota Mekkah berubah bengis menyiksa sadis kaum Muslimin yang mempertahankan iman kepada Allah SWT. Dengan kondisi tragis seperti itu, Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin untuk hijrah ke Madinah demi menyelamatkan kelanjutan risalah dakwah.
Setibanya di Madinah, para sahabat harus menahan kondisi mental psikologis demi tegaknya agama Allah, ketiadaan tempat tinggal milik sendiri, sebagian terpisah dengan istri/suami dan anak-anak yang mereka cintai, ladang kebun yang dirampas semena-mena hingga rumah dan harta benda yang mereka punyai juga dirampas tanpa tersisa oleh penduduk kafir Mekkah. Dahulunya mereka adalah bangsawan, kini hanya menjadi rakyat jelata, dahulunya mereka terkenal sebagai orang terpandang dan kaya, kini hanya bermodalkan baju berdebu di badan. Dahulunya mereka pemilik ternak dan ladang ladang luas, kini harus menumpang di rumah rumah penduduk kota Madinah. Sebuah kehidupan baru yang kontras dan bisa membuat tak waras bagi yang tidak punya mental dan iman yang kuat. Merupakan pengorbanan yang luar biasa tak terkira dari para Muhajirin dengan kondisi memprihatinkan mampu melakukan perjalanan selama hampir dua pekan dengan kondisi tanpa makanan dan air yang cukup untuk menuju kota Madinah demi menyelamatkan iman yang sudah terpatri di dalam dada-dada mereka.
Demi mempertahankan keyakinan dan kebebasan dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT., mereka rela berkorban nyawa, harta benda, rumah, ladang dan kebun, sanak saudara terpisah dan melakukan perjalanan yang tak terbayangkan sulitnya di tengah gurun pasir yang berat. Pengorbanan yang mereka lakukan merupakan pengorbanan yang hampir paripurna, tiada bandingannya dalam lintasan sejarah. Para sahabat Rasulullah SAW. telah berada pada titik nadir perjuangan karena seluruh ikhtiar dan usaha mempertahankan iman sudah mereka laksanakan secara totalitas selama berada di kota Mekkah. Betapa tidak, harta benda pribadi mereka habis dibelanjakan untuk perjuangan di jalan Allah SWT., puluhan sahabat mengalami penyiksaan sadis bertubi-tubi untuk sekedar mengatakan kata “Ahad” (Allah yang Maha Esa), malah seorang syahidah pertama, yaitu seorang ibu dari sahabat Amar bin Yasir, Sumayyah, terbunuh secara mengenaskan dengan tikaman tombak hingga kedalam kemaluan beliau. Pengorbanan yang dialami oleh Rasulullah SAW. dan para sahabat di periode awal Islam menyebar di Mekkah merupakan pengorbanan yang sulit ditandingi oleh siapapun hingga kini.
Keimanan kepada Allah SWT. dan balasan yang Allah SWT. janjikan di hari akhir telah menjadikan mereka rela berkorban hingga sedahsyat itu. Buah dari iman yang menghujam di dalam dada dapat merubah jarak yang jauh menjadi dekat, perut lapar terasa kenyang dan badan lemah terasa kuat. Para sahabat yang tadinya egois penyembah eksistensi diri dan cinta akan pangkat jabatan, kini mereka tenggelamkan demi tegaknya Islam dalam kehidupan yang hampir tak ada harapan di kota Mekkah. Ketika mereka menemukan nilai – nilai kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW., kebenaran itu mereka perjuangkan selayaknya harta benda yang paling berharga di muka bumi. Beberapa kondisi mengenaskan mereka lalui, kelaparan akut di titik nadir kematian akibat boikot penduduk kafir Mekkah selama tiga tahun hingga pembunuhan yang merengut sahabat handai taulan yang mereka cintai telah mereka alami demi puncak cinta tertinggi mereka kepada nilai nilai kebenaran ajaran Islam. Mereka yang dahulu hina dina bagaikan hewan tersesat tanpa arah, tiba – tiba tercerahkan dengan kedatangan Islam yang diajarkan Rasulullah SAW, mereka yang dulu kering kerontang rohaninya terombang ambing dalam nestapa tanpa harapan, dengan Islam hatinya hidup kembali dan dari muka muka mereka terpancar cahaya iman dan tekad baja untuk menempah harapan itu walau perihnya penderitaan harus mereka alami.
Dalam suasana emosional seperti inilah para sahabat Rasulullah SAW. menerima ajakan Rasulullah SAW. untuk melakukan serangan terhadap kafilah dagang penduduk kafir Mekkah ke lembah Badar. Serangan ini seakan menjadi pelipur hati yang lara atas penderitaan bertubi-tubi yang telah mereka rasakan selama berada di kota Mekkah demi mempertahankan iman kepada Allah SWT. Setidaknya para sahabat dapat mengambil kembali (Reclaim) harta benda mereka yang pernah dirampas oleh penduduk kafir Mekkah sehingga dapat digunakan untuk mempermudah kehidupan baru mereka di kota Madinah. Tetapi ternyata Allah SWT. berkehendak lain, Allah SWT. ingin memberikan balasan yang lebih besar atas perjuangan dan pengorbanan berdarah-darah yang pernah Rasulullah SAW. dan para sahabat lakukan.
Karena niat awal Rasulullah SAW. hanya untuk menyerang kafilah dagang penduduk kafir Mekkah yang tidak dijaga secara ketat dan massif, para sahabat hanya bermodalkan alat keamanan sangat minim. Tercatat dalam sejarah, mereka hanya membawa 8 Pedang, 6 Baju Perang dan 2 ekor kuda sebagai alat berjaga-jaga untuk keamanan seadanya. Jumlah persenjataan yang tidak mungkin melakukan peperangan besar dan tidak mungkin untuk mendapatkan kemenangan jika menggunakan logika akal sehat. Tetapi Allah SWT. ingin memberikan pelajaran kepada manusia sepanjang zaman, bahwa bukanlah persenjataan lengkap yang menjadi kunci kemenangan tetapi pertolongan Allah SWT. kepada orang -orang yang ikhlas berjuang dan berkorban hingga ke titik darah penghabisan (titik nadir) yang dapat memperoleh kemenangan tersebut.
Karena informasi perjalanan Rasulullah SAW. dan para sahabat untuk menyerang kafilah dagang tersebut tersebar di kalangan penduduk kafir Mekkah, maka penduduk kafir Mekkah bersiap untuk melakukan perlawanan secara besar-besaran dan sekaligus berniat membunuh seluruh kekuatan kaum Muslimin yang ada pada saat itu secara totalitas. Maka disiapkanlah ekspedisi pasukan yang sangat besar yang pernah dimiliki oleh penduduk kafir Mekkah saat itu, dikerahkan 1000 prajurit perang terlatih, 600 senjata lengkap berupa pedang, panah dll., 300 ekor kuda siap tempur, 700 ekor unta untuk mengangkut sebagian pasukan dan perbekalan perang, logistik makanan yang melimpah ruah. Seluruh potensi harta benda yang dimiliki pemerintah kafir Mekkah saat itu secara totalitas dikerahkan demi dendam akut para pemimpin mereka kepada Rasulullah SAW.
Mengetahui adanya pengerahan besar-besaran pasukan kafir Mekkah untuk menghabisi kaum Muslimin yang sedang menuju lembah Badar pada saat itu, maka Rasulullah SAW. dan para sahabat merasa cemas dan tidak menduga hal tersebut. Terbayang di benak mereka, jumlah pasukan yang tidak seimbang, rasio persenjataan bagaikan langit dan bumi, apalagi para sahabat sedang menjalani kewajiban berpuasa pertama kali dan kekurangan sandang pangan untuk logistik pertempuran. Mendapati informasi ini dan kondisi pasukan sahabat yang sangat tidak seimbang, maka sebagai manusia biasa, Rasulullah SAW. merasa gentar dan khawatir para sahabat tidak siap bertempur. Maka untuk memastikan kesiapan para sahabat, Rasulullah SAW. bermusyawarah dengan seluruh sahabat yang ikut dalam perjalanan baik dari kalangan Anshar maupun Muhajirin. Kalaulah para sahabat merasa tidak siap mengingat tidak seimbangnya kekuatan, maka Rasulullah SAW. akan berhitung ulang agar dapat kembali ke Madinah sebelum mencapai lembah Badar.
Tetapi hati para sahabat yang sudah berkecamuk antara marah, sedih, benci dan dendam akibat penindasan dan penyiksaan luar biasa yang pernah mereka alami selama berada di Mekkah melihat kesempatan emas untuk dapat membalas aksi penindasan yang pernah mereka alami dulu. Bagi para sahabat, inilah saat yang mereka tunggu-tunggu untuk mengobati luka batin akibat penindasan, penyiksaan, pemboikotan hingga kelaparan, pengusiran dan penghinaan yang pernah mereka alami dulu. It’s now or never (sekarang atau tidak sama sekali), itulah tekad bulat yang spontan muncul dari goresan hati yang ditempah oleh berbagai peristiwa duka dalam episode kehidupan mereka selama di Mekkah. Sebenarnya para sahabat telah pasrah lillahi ta’ala dengan segala macam penyiksaan dan penindasan yang pernah mereka alami demi menolong agama Allah SWT., mereka biasa diperlakukan seperti binatang, diludahi, dilempari kotoran, ditimpah batu, diinjak-injak hingga pembunuhan dengan cara yang mengenaskan seperti kematian ibu sahabat Amar bin Yasir, Syahidah Sumayyah. Tetapi, karena para sahabat Rasulullah SAW. juga merupakan manusia biasa, tentunya perasaan alami seperti marah, dendam, benci dan sedih pastilah muncul dari relung-relung hati mereka yang sedikit demi sedikit dapat mereka obati dengan harapan (raja’) akan adanya keridhaan Allah SWT dan ganjaran surga seluas langit dan bumi.
Bagi Rasulullah SAW. dan para sahabat, perang Badar ini menjadi perang penentuan untuk mengubah kondisi kaum Muslimin yang tertindas dan terintimidasi oleh kekuatan penduduk kafir Mekkah yang bengis dan arogan. Jika kalah, maka tamatlah nasib kaum Muslimin pada saat itu, sudahlah terasing di negeri lain, miskin tak punya harta benda, kondisi yang lemah karena kekurangan sandang pangan, maka tak ada pilihan lain harus melawan dan menang. Inilah suasana batin yang sedang berkecamuk di dalam diri Rasulullah SAW. ketika akan memutuskan apakah sahabatnya siap untuk berperang atau tidak. Akhirnya, seluruh sahabat secara bulat memutuskan siap berperang dan mengikrarkan kesetiaan total kepada Rasulullah SAW. dalam kondisi apapun. Bagi para sahabat, walaupun mereka harus hancur lebur dalam perang Badar ini, tetapi kemuliaan di mata Allah SWT. menjadi tujuan utama mereka daripada harus menjadi budak-budak kafir Mekkah yang bengis dan hidup dalam kejahilan akut penyembah berhala thaghut. Mengetahui tekad yang kuat di kalangan sahabat tersebut, Rasulullah SAW. pun bersiap jiwa raga untuk menghadapi peperangan besar pertama menghadapi musuh yang selama ini menjadi penghalang risalah dakwah agama Allah SWT.
Tetapi sebagai pemimpin umat, batin Rasulullah SAW. tetap cemas tak karuan di malam menjelang pertempuran terjadi, terlintas di pikirannya bagaimana mungkin para sahabat yang ia cintai harus bertempur dalam kondisi yang lemah dengan jumlah yang sedikit dibandingkan musuh, makanan tersedia seadanya, senjata yang hanya berbilang jari tangan, sedang menjalani puasa pula, dapat mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah berlipat-lipat dengan persenjataan yang lengkap dan logistik makanan yang berlimpah. Berkecamuknya batin Rasulullah SAW. ini diadukan langsung kepada Allah SWT. Tuhan yang Maha Kuat, Tuhan yang tidak mungkin mengecewakan utusanNya yang telah berjuang berdarah-darah membawa risalahNya. Rasulullah SAW. tidak tidur sepanjang malam menjelang pertempuran, tangannya diangkat setingi-tingginya pertanda keadaan genting hingga selendangnya kerap jatuh. Tangisannya terus pecah sepanjang malam merintih lirih kepada Allah SWT. agar segera menurunkan pertolonganNya.
Doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW. sungguh menggetarkan dan bernada genting dimana perang Badar seakan menjadi penentu akhir (titik nadir) apakah agama Islam dapat terus didakwahkan atau hanya berhenti dengan kehancuran Rasulullah SAW. dan para Sahabat di perang Badar. Doa ini dipanjatkan berulang-ulang oleh Rasulullah SAW. hingga pagi hari “Ya Allah !!! Kaum Quraisy kini datang dengan segala keangkuhannya, berusaha mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, pertolongan-Mu juga yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam ini binasa, tak lagi ada ibadah kepada-Mu di muka bumi”. Mungkin saja doa Rasulullah SAW. ini terasa berlebihan karena pastilah beliau paham bahwa Allah SWT. akan menolong RasulNya, tetapi inilah ekspresi mendalam dari hati Rasulullah SAW. yang sedang cemas dengan keselamatan sahabatnya yang harus melawan pasukan yang lebih besar dan lebih kuat berlipat-lipat, logika akal sehat mana yang bisa meramalkan kemenangan pasukan yang hanya membawa 8 buah pedang melawan 600 buah persenjataan lengkap milik penduduk kafir Mekkah. Mungkin belum tampak jelas tergambarkan di benak Rasulullah SAW. bagaimana cara Allah SWT. bisa menurunkan pertolongannya kepada pasukannya yang kecil dan lemah serta hampir tanpa senjata ini. Sehingga wajarlah Rasulullah SAW. menangis sepanjang malam meminta langsung intervensi Allah SWT. untuk bisa memenangkan para sahabat agar risalah dakwah Islam dapat terus berlanjut tersebar ke seluruh manusia atau terkubur tragis bersama kematian Rasulullah SAW dan para sahabat di perang Badar tersebut.
Pertolongan Allah SWT. akhirnya turun kepada para sahabat di saat-saat menjelang pertempuran akan dimulai, didahului hujan gerimis lembut yang turun pada malam hari membuat tidur pulas seluruh sahabat hingga bangun pagi hari dengan badan yang bugar. Sebaliknya, tempat pasukan kafir Mekkah beristirahat diguyur hujan deras berangin menyebabkan tenda-tenda basah berterbangan dan membuat tanah berlumpur yang menyulitkan pergerakan pasukan kafir Mekkah ke lembah Badar. Tepat pada pagi hari tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah, pertolongan Allah yang paling dinanti akhirnya turun juga. Rasulullah keluar dari tendanya dan menyemangati para sahabat dengan kabar turunnya pertolongan Allah SWT. dan jaminan surga bagi yang terbunuh dalam pertempuran. Sebagian para sahabat ada yang gentar melihat jumlah pasukan Kafir Mekkah yang besar, tetapi Rasulullah SAW. membesarkan hati para sahabat dengan berbagai cara. Rasulullah SAW. paham betul bahwa inilah perang besar pertama kali yang dilakukan para sahabat untuk membela panji-panji Islam di tengah lemahnya persiapan yang ada, wajarlah jika masih ada yang gugup dan masih timbul rasa takut. Tetapi ketika para sahabat mengetahui adanya pertolongan Allah SWT. berupa pasukan ribuan Malaikat yang dipimpin Jibril AS., para sahabat maju ke medan pertempuran dengan gagah berani. Para sahabat terkejut-kejut melihat leher -leher pasukan kafir Mekkah berterbangan tanpa kelihatan ada yang menebasnya. Sebuah pemandangan yang belum pernah mereka lihat atau dengar di medan pertempuran manapun.
Pasukan malaikat berturut-turut turun dari langit hingga berjumlah 5000 malaikat yang menggunakan tanda kain bulu berwarna putih di kepalanya dengan tugas untuk menebas leher-leher dan ujung-ujung jari pasukan kafir Mekkah. Turunnya ribuan pasukan malaikat ini secara berturut-turut didasarkan pada indikator kesabaran dan ketakwaan pasukan para sahabat Rasulullah SAW. Awalnya Allah SWT. hanya menurukan 1000 pasukan malaikat, tetapi seiring bertambahnya kesabaran dan ketakwaan para sahabat dalam pertempuran, seiring itu pula Allah SWT. menambahkan jumlah pasukan malaikat menjadi 3000 pasukan dan terus ditambahkan jumlahnya hingga mencapai puncaknya sebanyak 5000 malaikat. Jumlah pasukan yang sungguh fantastis hanya untuk meluluh lantakkan pasukan kafir Mekkah yang 1000 orang saja apalagi pasukan malaikat tidak mungkin terkalahkan. Sengaja Allah SWT. menurunkan pasukan malaikat yang cukup besar dibandingkan jumlah pasukan lawan, sebenarnya hanya sekedar untuk menentramkan hati Rasulullah SAW. dan para sahabat yang telah setia bersama Rasulullah SAW. berjuang tanpa pernah kenal lelah hingga titik darah penghabisan untuk menolong agama Allah SWT., seperti janji Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Muhammad ayat ke-7. “Hai orang orang yang beriman, siapa yang menolong agama Allah SWT. maka Allah SWT, pasti menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian (menjadi penguasa)”.
Pasukan kafir Mekkah menjadi sangat ketakutan ketika melihat jumlah pasukan para sahabat yang makin membesar. Mereka akhirnya mundur tunggang langgang begitu melihat kelebatan pedang dari ribuan pasukan malaikat yang menebas leher – leher dan jari-jari pasukan Kafir Mekkah seperti kilat yang menyambar nyambar. Turunnya pasukan malaikat berturut-turut berdasarkan tingkat kesabaran dan ketakwaan para sahabat merupakan pelajaran penting kepada orang-orang yang beriman, bahwa semakin besar kesabaran dan ketakwaan yang kita miliki dalam perjuangan di jalan Allah SWT., maka semakin besar pula pertolongan yang akan Allah SWT. berikan. Pada akhirnya, para sahabat memenangkan pertempuran badar dengan cepat dan mudah dengan adanya pasukan malaikat tersebut. Tercatat jumlah korban mati dari pasukan kafir Mekkah mencapai hingga 70 orang, ratusan orang luka-luka dan 70 orang menjadi tawanan perang, sedangkan para sahabat yang mati syahid hanya berjumlah 14 orang. Sebuah hasil peperangan yang sungguh spektakuler mengingat kondisi kekuatan yang sangat tidak seimbang.
Sejarah perang Badar telah menunjukkan kepada kita bagaimana pertolongan Allah SWT. pasti turun kepada orang-orang yang ikhlas berjuang dan berkorban di jalanNya secara totalitas walaupun jumlahnya sedikit dan berada dalam kondisi lemah. Kondisi yang mustahil untuk menang jika dihitung secara kuantitatif dan logika hitungan matematis tetapi sesuatu yang mudah bagi Allah SWT. untuk mewujudkan yang mustahil menjadi kenyataan. Perang Badar juga disebut Yaum Al-Furqan (Hari Pembeda) antara kebenaran dan kebatilan dimana Allah SWT. menghinakan kebatilan dengan pasukan kecil yang tak seimbang asalkan mereka ikhlas berjuang dan berkorban di jalan Allah SWT. secara total. Perang Badar mengajarkan kepada kita bahwa tidak mungkin Allah SWT. membiarkan kebatilan akan menang terhadap agama Allah SWT. yang diperjuangkan secara ikhlas oleh para pejuangNya hingga titik darah penghabisan / titik nadir. Allah SWT. akan menurunkan kemenanganNya ketika para pejuang di jalanNya sudah berikhtiar dan berkorban secara totalitas hingga nyawa dan harta benda menjadi taruhannya dimana terkadang perasaan cemas muncul dari hati-hati para pejuang hingga keluar kalimat lirih dari pikiran atau mulut mereka yang sudah mengalami penderitaan bertubi-tubi (titik nadir) dengan pertanyaan “Ya Allah, kapankah pertolonganMu akan turun ? ”. Berkaca dari peristiwa perang Badar 14 Abad yang lalu, di saat titik nadir seperti itulah pertolongan Allah SWT. pasti akan turun. Wallahua’alam Bishawwab.