“Tuhan sudah menulis garis tangan mereka masing-masing. Setiap orang di dunia ini telah dilahirkan menapak jalannya ke surga dengan cara sendiri-sendiri,” (Hanum Salsabiela Rais)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kegiatan atau aktivitas memijakkan (mengenakan) telapak kaki pada sebuah landasan disebut menapak. Bisa juga menapak berarti berjalan tanpa alas kaki. Dengan demikian, tulisan ini hanya merupakan sebuah analisis singkat dan terbatas.
Kutipan Hanum di atas mengawali tulisan sederhana ini bukan sebagai rujukan pada analisis berikut, namun lebih pada pemanis kata menapak pada tulisan ini. Analisis pada tulisan ini hanya merupakan tapak, tanpa alas sehingga prosentase ketepatan atau keajegannya masih perlu diperbincangkan.
*
Memerhatikan beberapa tayangan di stasiun Metro TV akhir-akhir ini agak mencengangkan (kalau tidak mau menyebut takjub untuk kemudian menyebut “wow”). Mencengankan lalu kemudian menggelengkan kepala untuk mengendurkannya.
Metro TV yang didirikan oleh PT Media Televisi Indonesia sebagai pemilik modal sekaligus pendiri Surya Paloh yang juga sebagai pendiri Partai Nasdem, partai yang mendukung Pemerintahan Jokowi sejak periode pertama hingga periode keduanya akhir-akhir ini mengalami perubahan (baca, dukungan) terhadap program Pemerintah.
Mengenai hal ini, di benak sebagian masyarakat membandingkan antara dua stasiun televisi swasta TV1 (baca, TV One) dan Metro TV mengenai keberpihakan keduanya terutama saat kampanye Pilpres 2019, di mana Metro TV saat itu lebih berpihak pada Paslon No. Urut 1 Jokowi-Ma’ruf sementara TV1 lebih berpihak pada Paslon yang satunya (tidak usah menyebut, khawatir membuka luka lama, 🤭).
Kejanggalan terakhir yang penulis rasakan saat menonton program “Kontoversi” yang disiarkan Metro TV dari jam 19:00 – 23:00. Acara yang berdurasi 2 jam tersebut mengambil tema, “Nyawer” Buat IKN.
Jika sebelumnya stasiun televisi di bawah Panji Media Grup ini mengkritisi kebijakan Pemerintah Jokwi tentang pernyataannya terkait penanganan banjir.
Jokowi sebagaimana diberitakan CNBC Indonesia mengatakan tidak perlu ada ide-ide baru untuk mengatasi banjir di Jakarta.
“Jadi nggak usah ada ide-ide baru, masterplan-nya sudah ada kok. Sungai semuanya dilebarkan, teknisnya mau pakai normalisasi, naturalisasi, silakan, tapi dilebarkan semua sungai itu yang tengah, semua sungai harus dilebarkan,” kata Jokowi.
Menurut Partai Nasdem melalui fraksinya, Wibi Andrino yang disiarkan langsung Metro TV mengatakan bahwa pernyataan Jokowi tersebut tidaklah tepat. Menurutnya lagi, Jokowi yang mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga belum berhasil menangani banjir.
Sementara melalui Program Kontroversi yang bertajuk “Nyawer” Buat IKN host Metro TV, Zilvia Iskandar mencecar narasumber seperti Ali Mochtar Ngabalin dengan pertanyaan seputar keraguan tetap diteruskannya pembangunan IKN.
Pada narasumber yang lain, Zilvia menanyakan kepada salah satu batalnya beberapa investor untuk pembangunan IKN.
Kemudian narasumber mengatakan karena berdasarkan hasil hitung-hitungan melalui analisis diperkirakan tidak akan mendapatkan hasil (untung).
Demikian dua kasus yang penulis anggap sebagai perubahan sikap Metro TV yang selama ini stasiun tersebut banyak membantu sosialisasi dan peduli program Pemerintah. Kejanggalan tersebut kemudian memunculan pertanyaan, Mengapa? Ada apa?
Rekayasa berikut sepertinya bisa mewakili jawaban atas kejanggalan tersebut: Pertama, sebagai salah satu penduduk negeri ini yang mencoba untuk berpikir demokratis, Surya Paloh adalah kandidat untuk memimpin Negeri ini. Apa yang dilakukannya sebagai pemilik Media Grup sebagaimana di dalamnya terdapat Metro TV adalah hal yang wajar.
Selain karena dia memiliki uang, media dan kemampuan berpolitik, Surya Paloh juga memiliki hak-hak politik sebagaimana warga negara Indonesia lainnya. Jika benar para simpatisannya berharap semoga tujuannya memang benar-benar tulus untuk merestorasi bangsa ini dan jika memang jalan seperti ini yang harus ditempuhnya.
Harapan penulis sebagai anak Bangsa semoga apa yang dicitrakannya melalui cara ini akan benar-benar sesuai dengan kenyataan dalam merestorasi Indonesia (apa bila rakyat memang memilihnya sebagai presiden).
Kedua, merupakan bagian dari persiapan menuju Pemilihan Umum Legislatif 2024 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029. Metro TV yang tidak bisa dipisahkan dengan Partai Nasdem menganggap Jokowi sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri pada Pilpres 2024 karena sesuai amanat Undang-undang seorang Presiden hanya bisa menjabat dua periode.
Menyikapi hal tersebut Metro TV mulai menjaga jarak untuk menghindari isu sebagai partai pemerintah yang akhir-akhir semakin kencang tiupan anginnya. Metro TV bersama Nasdem berjaga-jaga jika Pemerintah Jokowi terhempas tidak ikut tenggelam.
Metro TV mulai mendekati kandidat yang potensial, yang memunyai elektabilitas. Seseorang yang mungkin menjadi kandidat kuat pada Pilpres 2024 dan memeunyai elektabilitas untuk sampai saat ini adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (ABW).
Mengenai upaya Metro TV dengan Nasdem-nya dalam mendekati ABW dapat dilihat saat Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino seperti dilansir detik.com, Kamis (23/1/2020) menyatakan dukungan kepada Gubernur DKI tersebut saat menghadapi kritik warga.
Seperti dalam penanganan banjir, Nasdem justru memuji langkah-langkah yang sudah dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menangani banjir yang begitu dahsyat pada awal tahun ini. Pada saat jumpa pers, Wibi mengatakan:
“Soal penanganan, kita harus angkat topi kepada Anies kemarin. Dia adalah gubernur tercepat dalam penanganan banjir. Kita objektif. Titik pengungsian juga paling sedikit di daerah terdampak. Banjir di Jakarta empat hari selesai. Titik terakhir adalah Semanan. Kami langsung investigasi khusus.”
Demikian analisis singkat menyambut Ramadan 1443 H.
Serang, 1 April 2022
Penulis: Endang Yusro