Serang,amalinsani.org. Pada kurun tahun 2015-2020, tercatat 11.975 kasus dilaporkan oleh berbagai pengada layanan di hampir 34 provinsi, atau sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat. Dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.”ungkap Hj. Kurota Akyun dalam Webinar Nasional Series Batch 11 The Power of Mother yang diselenggarakan oleh Amal Insani Foundation, Kamis (16/12/2021)
Menurut Hj. Kurota Akyun,Implementasi Perlindungan Korban Kekerasan Seksual terhadap Perempuan saat ini adalah Korban berhak mendapatkan; pertama, perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; kedua, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; ketiga, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; keempat, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan kelima pelayanan bimbingan rohani.
“Semua Orang Bisa Menjadi Orang tua dengan cara mempunyai Anak,namun…tidak semua orang bisa Menjadi Orang Tua Yang Baik Menurut Anaknya. Permasalahan Yang Terjadi Saat Ini Adalah Bermuara Dari Komunikasi. Orang Tua Harus Mempunyai Waktu Untuk Mendengarkan Suara Anak.” Ungkap Hj Kurota Akyun yang juga sebagai Ketua LPA Kabupaten Serang
Lebih lanjut dikatakan, “Kalau orang tua mau mendengarkan tanpa prasangka, maka akan tumbuh keyakinan pada diri anak bahwa dirinya tidak akan merasa ditolak dan disakiti. Akan tertanam pada anak rasa tanggung jawab dan kepercayaan. Sehingga ini pintu untuk orang tua memberikan kebeasan lebih luas lagi. Anak yang dihargai orang tua saat ia bicara, akan mengambil sikap serupa pula dalam merespon orang lain yang mengajak bicara.”
“Anak akan merasa dihargai, diperhatikan dan mendapatkan kasih sayang yang tulus. Semua ini kelak akan berguna saat mereka dewasa nanti. Saat anak tidak mendapat perhatian serta tidak didengarkan pendapatnya di rumah, maka ia akan mencari orang lain di luar rumah untuk mendengarkannya” pungkasnya .
Sementara itu Dr. Ramadhanita Mustika Sari, MA.Hum dalam paparannya mengatakan, Realita yang terjadi di Indonesia, relasi sosial dan pemahaman keagamaan seringkali menjadi pemicu kekerasan terhadap perempuan .
“Salah satu penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan adalah dominannya penafsiran bias gender. Penafsiran yang mengarah pada upaya marginalisasi kedudukan perempuan. “ tutur Ramadhanita yang juga Dosen Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ramadhanita menambahkan, “Alquran dijadikan dalil untuk melegimitasi kekerasan terhadap perempuan.Misalnya, karena faktor internal teks. Al-Quran turun dalam bahasa dan budaya Arab yang endrosentris, (laki-laki menjadi ukuran segala sesuatu). Budaya tersebut kemudian meniscayakan secara tekstual ayat-ayat al-Qur’an bias gender. Faktor eksternal teks, misalkan karena metode penafsiran tahlīlī, penafsiran yang tekstualis-skripturalis, dan pengalaman mufasir sendiri”
Masih menurut Ramadhanita, “Sebab Pelecehan Seksual terhadap Perempuan di Indonesia,pertama Salah tafsir terhadap kitab suci agama; kedua, factor Lingkungan Sosial’ dan ketiga, faktor Budaya.”
Akibatnya, terjadinya pelecehan seksual pada perempuan dan Bentuk pelecehannya dapat berupa kata-kata ataupun perilaku. Pada mulanya dianggap biasa, tetapi kemudian bermuara pada kejahatan.
“Tindakan pelecehan seksual pada perempuan mengacu pada suatu perlakuan negatif, seperti menindas, memaksa, menekan, yang berkonotasi seksual, sehingga menyebabkan kerugian pada si perempuan” pungkas Jebolan program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (red)