Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si. – Akademisi, Penggiat Pesantren.
Pandemi yang mewabah sejak dua tahun lalu telah mengubah tatanan dunia. Termasuk dunia pendidikan. Sekolah negeri tidak lagi melaksanakan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran dilakukan secara virtual dalam jaringan. Kebutuhan belanja transportasi berganti dengan belanja kuota atau pulsa. Satuan pendidikan yang bertahan dengan sistem tatap muka adalah pesantren. Inilah yang saya sebut sekolah berbasis masjid berasrama.
Bila kita baca sejarah, Pesantren pada awalnya adalah tempat pengajian Al Qur’an berbasis Masjid. Santri yang belajar di sini berusia 7 tahun atau setara Sekolah Dasar. Kemudian setelah lembaga pengajian itu tumbuh berkembang dan anak-anak santri secara mental dan sosial siap “berpisah” dengan keluarga, Masjid dilengkapi dengan asrama. Kesiapan itu berkisar di usia sepuluh tahun (setara kelas 4 SD) dan umumnya menjelang mukallaf atau lulus SD masuk Sekolah Lanjutan. Model asrama mulai kelas lanjutan SD berdasarkan dalil:
مروا أولادكم بًالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع. سنن أبي داود ٤٩٥
Perintahkan anak-anak kalian yang berusia 7 tahun untuk sholat. Ketika berusia 10 latih lebih keras dan pisahkan tempat tidur kalian dengan mereka. (HR. Abu Dawud)
Saat kelas IV SD kemandirian anak dilatih dengan sekolah berasrama. Mereka belajar Al Qur’an lebih intensif, sholat berjamaah lima waktu, dan belajar hidup bermasyarakat secara mikro melalui kehidupan nyata. Mulai pembiasaan hidup sehat dan bersih. Belajar dan bermain bersama. Berlatih kecakapan hidup dan mengelola bumi seperti berkebun dan memelihara hewan piaraan. Menanam, mengurus mengolah dan memetik hasil. Menikmati dan atau menjual. Anak belajar sepanjang hari sangat membantu mereka berlatih sebagai kader pemimpin bangsa yang majemuk. Santri bersikap sopan dan menghargai perbedaan, serta bertanggungjawab terhadap masyarakat, bangsa, dan negara
Awal Juli tahun 2021 saya bersama warga Ragas Pulo Ampel merintis SD Al Qur’an Amirul Mukminin sebagai model sekolah Al Qur’an berbasis Masjid. Para santri belajar memakmurkan masjid dengan sholat dan belajar Al Qur’an. Mereka juga belajar berinfak di jalan Allah. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada mereka, orangtua, dan para guru yang mendidik mereka dengan tulus dari hati yang ikhlas.
Guru dan santri belajar Al Qur’an di lingkungan masjid. Tradisi mendatangi masjid untuk belajar Al Qur’an merupakan sunah Nabi. Berikut penjelasan nabi tentang keutamaan belajar Al Qur’an di Masjid.
عن أبي أمامة الباهلي: مَن غدا إلى المسجدِ لا يُرِيدُ إلّا أن يتعلَّمَ خيرًا أو يُعلِّمَه كان له كأجرِ حاجٍّ تامًّا حجَّتُه
الهيثمي (ت ٨٠٧)، مجمع الزوائد ١/١٢٨ • رجاله موثقون كلهم • الطبراني
Siapa berangkat ke masjid dan tidak ada keinginan lain kecuali untuk belajar dan mengajarkan KEBAIKAN maka ia mendapatkan pahala haji yang sempurna.
عن عقبة ابن امير خرَجَ عَلَينًا رَسُولٌ اللٌه صَلْي اللٌه عَلَيهِ وَسَلٌمَ وَنخَنُ فيِ الصفٌةِ فَقَالَ اَيٌكُم يُحبٌ اَن يَغدُ وَ كُلٌ يَومٍ اِلي بُطحَانَ اَواَلى الَعقَيقَ فَيَاٌتيِ بِنَاقَتَينِ كَومَاوَينِ فِي غَيِر اِثمٍ وَلآ قَظيعَةِ رَحَمٍ فَقُلنَا يَارَسُولَ اللٌهِ كُلٌنَا نُحِبٌ ذَالِكَ قَالَ اَفَلآ يَغدُو اَحَدُكُمَ اِلَى المسَجِدِ فَيَتَعَلَمَ اَوفَيَقَرٌاَ ايَتَينِ مِن كِتَابِ اللٌه خَيرٌلَه مِن نَاقَتَينِ وَثَلآثُ خَيرُلَه مِن ثَلآثٍ وَاَربَعُ خَيرُلَه من اربع ومن اعدادهن من الأبل .(رواه مسلم وابو داوود).
Dari Uqbah bin Amir RA, ia menceritakan, “Rasulullah SAW datang menemui kami di shuffah, lalu beliau bertanya, Siapakah di antara kalian yang suka pergi setiap hari ke pasar Buth-han atau Aqiq lalu ia pulang dengan membawa dua ekor unta betina dari jenis yang terbaik tanpa melakukan satu dosa atau memutuskan tali silaturahmi? Kami menjawab, ‘Ya Rasulullah, kami semua menyukai hal itu.’ Rasululullah SAW Bersabda, Mengapa salah seorang dari kalian tidak ke masjid lalu mempelajari atau membaca dua buah ayat Alquran (padahal yang demikian itu) lebih baik baginya dari pada dua ekor unta betina, tiga ayat lebih baik dari tiga ekor unta betina, dan begitu pula membaca empat ayat lebih baik baginya daripada empat ekor unta betina, dan seterusnya sejumlah ayat yang dibaca mendapat sejumlah yang sama dari unta-unta. (HR Muslim dan Abu Dawud)
Masya Allah. Guru dan santri berangkat sekolah pahalanya seperti pahala HAJI setiap hari. Belajar Al Qur’an di Masjid dua atau tiga ayat lebih baik dari dua atau tiga unta dan seterusnya. Kita bisa bayangkan berapa nilai unta yang dibawa pulang anak-anak kita setelah belajar Al Qur’an dari SDQ Amirul Mukminin setiap hari di lingkungan Masjid Al Yaqien Pesantren Madinatul Ma’arif Ragas Grenyang?
Itulah hakikat dari belajar di Pesantren. Belajar Al Qur’an dan cabang ilmu lainnya di lingkungan Masjid. Guru dan santri laksana kafilah ruhani yang terus bergerak mengarungi samudera ilmu Allah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat, membangun peradaban dan mewujudkan kemakmuran universal. Dalam situasi pancaroba seperti ini, sistem pesantren menjadi oase bagi pendidikan umat yang mengalami kemarau spiritual. Semoga Allah menolong dan merahmati kita semua. (red)
Tinggalkan Balasan