Serang, amalinsani.org – Bakti seorang anak terhadap orangtua dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik yang sifatnya fisik maupun yang sifatnya non fisik. Bakti anak juga dapat diwujudkan dengan menjalankan amanah yang diberikan orangtua kepada kita selaku anak, baik itu amanah (wasiat) tentang muamalah maupun wasiat tentang yang lainnya.
Sepanjang wasiat orantua terhadap anak tidak melanggar syariat Allah, maka sebagai anak kita wajib melaksanakan apa yang diwasiatkan atau diamanahkan oleh orangtua.
Begitu juga dengan Ahmad Syaifuddin yang juga mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupate Serang, sebagai seorang anak yang telah mendapatkan pendidikan langsung dari sang Ayah, telah mewujudkan apa yang menjadi amanah orangtuanya sebelum meninggal dunia.
Dan itu dijadikan sebagai bentuk Mulang Tarima yang beliau berikan kepada kedua orangtuanya yang sudah mendidik dan membesarkan dirinya dan adik-adiknya.
Mulang tarima, kata dalam bahasa Sunda yang memiliki arti “berterima kasih”. Mulang tarima juga mengandung makna “saatnya membalas kebaikan”
H. Ahmad Saefudin, saat ini menjabat sebagai Ketua Yayasan MERDESA, dalam sebuah kesempatan di saat sambutan acara Perpisahan Siswa SMPIT INSAN MERDESA DAN SMK MERDESA Tahun Pelajaran 2016/2017 ini pun menyampaikan maksud dan tekadnya mendirikan lembaga pendidikan.
Dalam sambutannya, Ketua Yayasan yang pernah menjabat Kepala Dinas Sosial Kabupaten Serang ini mengatakan bahwa maksud mendirikan sekolah karena teringat pesan ayahandanya saat lulus dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
Diceritakan saat masih hidup ayahnya. dan waktu itu Pak Haji baru lulus SPG (Sekolah Pendidikan Guru), ayahnya yang bernama Misbah Rais memanggilnya, “Sif (nama panggilan Saefudin di keluarganya) sengaja Abah nyeluk sira, arep ana sing diomongaken.” (Sengaja Abah/Ayah memanggilmua karena ada yang mau dibicarakan).
Selanjutnya mereka bermusyawarah. Abah (Ab), anak/Ahmad Syaefudin (As)
Ab : “Saiki sira wis lulus SPG, gelatia pegawean (ngajar)”. (Sekarang kamu sudah lulus SPG, silahkan cari pekerjaan, jadi guru)
As : “Enggih, Insya Allah, Bah!” (Ya, Insya Allah, Pak!)
Ab: “Terus, Abah kih akeh utange ning wong sedesa Linduk tulung serutangena!” (Bapak banyak hutang kepada seluruh orang Linduk, jadi tolong bayar)
As : “Lha utange katah amat, Bah!” (Hutangnya banyak amat, Pak!)
Ab : “Ya, iku utang Abah bekas nyekolahaken sira sing barang SD sampe SPG” (Itu hutang Bapak bekas menyekolahkanmu dari SD sampai SPG)
As : “Lha terus keperipun kula kedah nyuratangine ari wong sedesa mekoten niku mah, Bah? Mending namun maler urip, namun sampun padem?” (Lha terus bagaimana cara membayarnya, ya kalau masih hidup, kalau sudah meninggal?)
Aa : “Ya iku mah terserah sira, Abah mah cuma ngewarah doang. Sira kan wis disekolahaken pastine engko gah weruh carane.” (Ya itu terserah kamu, Bapak hanya memberi tau. Karena kamu sudah lulus, nanti juga akan tau caranya).
Begitulah sikap yang biasa ditujukkan Bapak Misbah dalam mendidik anak-anaknya, tegas dan mengajak berbipikir. Selanjutnya sang anak bertanya perihal hutang Sang Ayah apa sebenarnya?
As : “Bah, emang utange napa saos kangge nyekolahaken kula?” (Pak, memang hutang apa saja buat menyekolahkan saya?). Sang anak heran.
Ab : “Waktu sira sekolah, Abah ngingu ayam, bebek, wedus. Kadang bebuara karena laka pajuh.” (Saat menyekolahlanmu, Bapak melihara ayam, bebek, kambing. Terkadang bertempat agak jauh untuk mendapatkan makanan)
“Terus ingon-ingon Abah mau sing disebutaken kah, majuhi pari wong, ning sawah, sing lagi dipe”. (Peliharaan Bapak yang tadi disebutkan, makan padi orang di sawah dan yang lagi dijemur)
“Terus hasil ingon-ingon Abah sing majui pari wong kah, didol, duwite gona mangan lan nyekolahaken sira. Jadi iku kuh maksud Abah mah.” (Hasil hewan peliharaan yang makan padi orang tadi, dijual, uangnya buat makan dan membiayai sekolahmu)
As : “(Sambil mengangkat mata) Oh.. Dados mekoten? Enggih sih ari koten mah. Ngenda doabe saos, menai kula bangkit nyumponi!” (Jadi seperti itu? Ya sudah, minta doanya saja, semoga saya bisa membayarnya!)
Setelah percakapan itu, sekira 35 tahun kemudian dan sang anak pun sudah bekerja di Dinas Pendidikan dari mulai guru honor, guru PNS, kepala sekolah, pengawas, kepala UPTD, Kasubag, Kasi, Kabid, Sekdis sampai menjadi kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang. Dan di saat menjadi Pengawas TK/SD barulah terpikir bagaimana cara membayar hutang sang ayah yang pernah dibicarakannya. Hingga akhirnya, ketika menjabat Kepala Sub-Bagian sang anak dapat mendirikan SMK yang kemudian bernama SMK MERDESA dan kemudian 5 tahun setelahnya berdiri SMPIT INSAN MERDESA.
*
Setelah hampir 3 tahun setelah berdirinya SMPIT INSAN MERDESA, Sang Anak pun dipindahtugaskan dari instansi yang selama ini membesarkannya (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) ke instansi yang selalu digelutinyi di sela kesibukannya mengurus pendidikan. Jiwa sosial yang dimiliki yang diwariskan dari sang ibu rupannya yang mengantarkannya untuk tugas di Dinas Sosial Kabupaten Serang.
Sang ibu selalu mengajarkannya untuk selau mencintai dan menghargai yang lemah. Bertutur kata yang sopan, tidak sombong adalah nasihat yang selalu diucapkan Sang Ibu.
Ahmad Saefudin, rupanya Allah SWT telah menentukan garis tanganmu. Dua pekerjaan mulia telah kau capai. Satu pekerjaan sebagai amanah sang ayah, dan satu yang lainnya adalah amanah sang ibu. (admin)
Penulis: Endang Yusro, (Pengurus ICMI Orwil Banten, Kepala SMAIT BAIT ET-TAUHIED Kota Serang, Dosen STIT Serang, Guru SMP Muhammadiyah Pontang
Tinggalkan Balasan