Sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden RI beberapa kebijakannya membuat banyak orang shock. Tertegun dibuatnya.
Berbagai keputusan dirasa kontroversial. Bagaimana Ia menyusun program pembanguan hingga susunan kabinet yang berbeda dengan pemikiran banyak orang. Namun belakangan tak sedikit langkah yang diambilnya justru menunjukkan tren positif.
Masih ingat Susi Pujiastuti? Menteri Kelautan dan Perikanan. Mungkin pengangkatannya sebagai menteri adalah sebuah keputusan ‘anomali’ bagi sebagian kalangan, ditataran kampus misalnya, jabatan menteri adalah panggung kecerdasan, namun seolah menjadi gelombang dahsyat menerabas tradisi linieritas. Perempuan yang hanya duduk di bangku SMA itu di akhir jabatanannya banyak menuai pujian. Ia tunjukkan integritas dan mampu bekerja secara profesional.
Lalu, di tahun 2019 pemilik Unicorn, ‘Gojek’ pun di panggil ke Istana Negara. Ya ibaratnya “Tukang Ojek jadi Menteri”. Lagi, ini langkah asimetris. Nadiem Makarim, Pengusaha platform papan atas itu didaulat oleh Presiden untuk mengurus Pendidikan dan Kebudayaan. Sebuah jabatan yang biasa diemban oleh Profesor.
Pemilu tahun tahun 2019 antara Jokowi Prabowo adalah Pilpres yang sangat dramatik, pemilu yang berdarah-darah. namun sontak publik dikagetkan dengan Jokowi memberikan ruang kepada Prabowo Subianto rival politiknya untuk menjadi Menteri Pertahanan, jabatan yang sangat prestisius. Paradoks!
Selasa (22/12) diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi, dari Istana Negara Sandiaga Salahudin Uno, Cawapres yang juga lawan politiknya di pilpres 2019 diangkat menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tak salah memang Jokowi memilih Pria satu ini. Pengalaman dan karirnya yang gemilang di dunia perbankan, investasi dan panggung politik cukup menjadi bekal dalam menjalankan tugasnya 5 tahun kedepan.
Lalu apa yang menarik dari reshufle kali ini.?
Kita bisa lihat, dalam dunia politik tidak lagi menjadikan latar belakang akademik sebagai faktor yg paling menentukan dalam sebuah jabatan.
Kamudian, ada kompetensi yang asimetris, tidak beraturan susunan kabinet. Misalnya Banker mengurus Kesehatan. Ahli IT mengurus Kebudayaan. Ahli Capital mengurus Pariwisata. dll.
Kendati demikian hal ini memiliki relevansi. Zaman dimana fluktuasi yang tinggi (volatility), penuh ketidakpastian (uncertainty), rumit (complexitit) dan membingungkan (ambiguity) menuntut pengambilan keputusan yang sangat cepat dan bahkan nyaris tanpa harus berfikir, “jalani saja dulu resiko belakangan”. (bsn)
Penulis: Babay Suhendri, Direktur program Vokasi Univeritas Primagraha