Pendidikan dan kesejahteraan merupkan dua mata rantai yang tidak bisa dipisahkan, meskipun sepintas agak jauh berhubungan. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberikan bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak didik agar dalam garis-garis kodrat pribadinya serta pengaruh lingkungan, mendapat kemajuan hidup lahir batin. Sementara Muhibbin Syah (2010: 10) mengatakan, pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia, juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Sementara kesejahteraan, kata dasar sejahtera merupakan adjekttiva yang mengandung arti makmur, kaya, subur, beruntung, jaya. Bisa juga berarti aman, selamat, sentosa. Namun demikian, definisi sejahtera di beberapa daerah atau negara berbeda bergantung cara pamdang penduduk suatu daerah/negara tersebut. Adanya pengaruh spiritual (keagamaan) pun akan berbeda mengartikan sejahtera.
Jika di beberapa negara atau daerah yang menganut paham sosialis terlebih agamis nilai materi atau financial tidak menjadi ukuran sejahtera. Namun nilainya dapat diukur dari keselarasan hidup, tidak membebani orang lain, suka membantu sesama, dapat beribadah dengan tenang, dsb. Berbeda dengan penganut kapitalis. Di Amerika, misalnya, sejahtera menuju ke uang (baca materi) yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan financial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaan pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemisikinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencarai pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja.
Melihat gambaran di atas, penulis menyangsikan pola hidup Bangsa Indonesia, apakah menganut paham kapitalis, sosialis, atau agamis karena pada kenyataannya semua gaya sering kita jumpai. Baik, tidak berpanjang-lebar mengungkap beberapa pengertian yang mengacu pada judul tulisan ini, penulis akan mennyampaikan beberapa usulan berkaitan dengan pendidikan dan keseahteraan kepada Hj. Ratu Chasanah, S.E., M.Ak. (Tatu Chasanah) dan Drs. H. Pandji Tirtayasa, M.Si. (Pandji).
Sebagai calon bupati dan wakil bupati terpilih yang sekarang hanya menjabat 3.5 tahun tidak seperti baiasanya (5 tahun.), terlebih dahulu penulis menyampaikan selamat kepada Tatu – Pandji yang telah ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil pengumuman KPU Kab Serang tertanggal 15 Desember 2020. Semoga Ibu dan Bapak selalu dalam lindungan Allah S.W.T. dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat hingga akhir jabatan.
Selanjutnya dalam tulisan singkat ini, penulis akan menyampaikan beberapa usulan terkait permasalahan (penulis tegaskan di Kabupaten Serang) yang selama ini masih jauh panggang dari api (belum atau bahkan tidak akan matang). Permasalahan pendidikan dan (baca, taraf) kesejahteraan masyarakat Kabupaten Serang yang penulis rasakan masih jalan di tempat, kalau tidak menyebut mengalami kemunduran.
Hal ini dapat dirasakan dari mutu atau kualitas lulusan. Lulusan SMA sederajat atau Sarjana (Strata 1) 10 tahun sekarang (2010 – 2020) akan menurun secara kualitas dibanding dengan 10 tahun ke belakang. Permasalahan menurunnya SDM tersebut tidak dipungkiri karena lemahnya masyarakat Kabupaten Serang dalam memanfaatkan era digitalisasi. Alih-alih memanfaatkan, yang terjadi malah mengkontaminasi budaya Barat dalam pergaulan budaya generasi muda. Kita tidak bisa menyalahkan budaya yang masuk, karena derasnya transformasi dan manfaat yang dirasakan. Upaya kita adalah menyaring budaya yang masuk melalui jejaring dan melakukan pengawasan.
Berbeda dengan pendidikan, tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Serang sedikit meningkat. Beberapa warga merasa puas dengan kinerja Bupati melalui Dinas Sosial yang membantunya terutama di dua tahun terakhir mulai dari penanggulangan bencana alam sampai pandemi Covid-19. Namun demikian, kekurangan pasti akan tetap dirasa terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Pendidikan dan kesejahteraan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling memengaruhi. Orang yang berpendidikan atau berilmu pengetahuan niscaya akan dapat mengelola tatanan hidupnya dengan baik menuju hidup yang sejahtera. Begitupun sebaliknya, orang yang sejahtera niscaya akan dapat berpikir sehat dan logis.
Dari uraian di atas, penulis yang asli kelahiran Desa Linduk, Kec. Pontang meski sekarang berdomisili di Kota Serang namun masih memunyai ikatan emosional karena keluarga besar dan tempat kerja berada di lingkungan Kabupaten Serang menghimbau dan menaruh harapan kepada Ibu Hj. Ratu Tatu Hasanah dan Bapak H. Pandji Tirtayasa yang dalam masa kepemimpinan keduanya agar lebih menitik beratkan kepada pendidikan akhlak (mental) dan perbaikan ekonomi. Pendidikan akhlak sesuai visi-misi Pemerintahan era Jokowi sebagai Revolusi Mental.
Mengisi kegiatan bagi anak-anak baik keagamaan atau sosial merupakan cara efektif agar anak terhindar dari gadget. Mendirikan satu desa satu rumah tahfidz, membentuk kelompok atau ikatan mahasiswa di setiap desa itupun upaya yang signifikan, seperti di Desa Linduk ada IKMAL (Ikatan Mahasiswa Linduk). Dari wadah ini, Pemda bisa saja memasukkan program yang tentunya sesuai dengan keberadaan mereka sebagai pelajar atau mahasiswa. Dengan cara seperti ini ditunjang dengan partisipasi Pemda berupa fasilitator, sarana dan prasarana penulis yakin program pendidikan Pemerintah Daerah akan cepat terealisasi.
Di bidang kesejahteraan yaitu dengan membantu perekonomian warga, menopang pengusaha kecil dan menengah. Kabupaten Serang dengan Pontang-nya, misalnya merupakan asset sumber bahan makanan pokok (baca, pertanian dan perikanan). Untuk itu peran serta Pemerintah Daerah untuk membantu perekonomian warga sekitar sangat diperluakan. Hal ini untuk menjaga stabilitas hidupnya, supaya hasil panennya tidak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Demikian harapan yang dapat penulis sampaikan pada Bupati dan Wakil Bupati terpilih Hj. Ratu Chasanah, S.E., M.Ak. dan Drs. H. Pandji Tirtayasa, M.Si. Terakhir, bahwa tidak ada manusia yang luput dari khilaf dan dosa. Manusia yang baik itu bukan manusia yang tanpa dosa (karena tidak akan ada), namun manusia yang baik adalah manusia yang menyadari khilaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Sekarang, periode ini adalah periode kedua kepemimpinan Ibu dan Bapak, jika ada program yang belum tersentuh dan atau terselesaikan mari selesaikan! Jika program yang sudah berjalan dianggap tidak baik, tidak untuk kepentingan umum, maka meng-cut-nya akan lebih baik. Teori amputasi akan lebih efektif untuk menghindari menjalarnya “wabah penyakit”. Demikian, wallahu a’lam bish-shawab. (admin)
Penulis: Endang Yusro (Dosen STIT Serang, Pengurus ICMI Orwil Banten)